Senin, 11 November 2013

RANGKUMAN KRIYA KERAMIK NUSANTARA

Kriya Keramik Dinoyo/Malang
Industri keramik dari daerah Dinoyo ini sudah sangat terkenal baik di dalam maupun di luar negeri. Karena popularitas keramik Dinoyo sekarang ini daerah pengrajin keramik Dinoyo ini telah dinamakan kampung wisata keramik. Mayoritas masyarakat yang tinggal di daerah Dinoyo adalah pengrajin keramik. Selain itu tujuan diberi nama  kampung wisata keramik tersebut adalah untuk mengundang wisatawan dari luar kota maupun manca negara untuk memperkenalkan pusat pembuatan keramik asli Malang.

Ciri dari keramik Dinoyo ini  terletak pada desain yang sangat unik, berbagai bentuk motif keramik, dan keramik yang digunakan adalah keramik dengan jenis semi porselen. Selain itu yang lebih penting keahlian pembuatan keramik dari para perajin keramik ini diturunkan turun temurun. Bahan – bahan yang digunakan dalam proses pembuatan keramik Dinoyo sangat mudah ditemukan. Bahan – bahan tersebut antara lain adalah Kaolin atau Tanah Liat Putih, Felspard (Batuan), Kwarsa (Pasir), dan Ball clay  (Tanah liat).


Kriya Keranik Plered/Bandung
Usaha Keramik Plered sudah dimulai sejak kolonial Belanda, mulai tahun 1795 yang pada saat itu di sekitar Citalang ada lio-lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata). Sejak itulah rumah-rumah rakyat yang semula beratap ijuk, sirap, daun kelapa atau alang-alang di sekitar Plered dan di Kabupaten Karawang mulai diganti dengan atap genteng bahkan di sekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, produk gerabah yang diglasir di Plered menjadi industri rumah tangga. Pada tahun tersebut, terdapat perusahaan Belanda yang membuka pabrik glasir bernama Hendrik De Boa di Warung Kondang, Plered.

Pada jaman kolonial Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya harus bekerja sebagai romusha, utamanya di sekitar kaki Gunung Cupu dan Ciganea. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo. Kendati demikian perusahaan tersebut tetap berjalan. Pada masa kemerdekaan, produksi gerabah dan keramik di Plered nyaris terhenti sama sekali karena keterlibatan penduduk dalam gerakan perjuangan. Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 29 Desember 1949, keadaan di Plered berangsur baik, sehingga produksi gerabah dan keramik mulai bangkit kembali ditandai dengan Bung Hatta membuka resmi Induk Keramik yang gedungnya dekat Gonggo pada 1950. Pada masa itu mesin-mesin didatangkan dari Jerman lantas mencapai masa kejayaannya karena produktivitasnya relatif tinggi. Di samping itu Induk Keramik berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga berkembang pesat.

Saat ini seiring dengan perkembangan jaman dan pergeseran paradigma, tengah terjadi pembenahan dalam penerapan rekayasa desain, teknologi dan manajemen yang dilakukan secara koordinatif antara Kelompok Kerja Klaster Industri Kerajinan Keramik Plered yang berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian bekerja sama dengan UPTD Litbang Keramik Plered sebagai instansi di bawah Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Purwakarta didukung secara akademis oleh Tim HI-LINK yang merupakan satgas kemitraan perguruan tinggi bagi masyarakat pengrajin dari FSRD-Institut Teknologi Bandung.


Kondisi terkini adalah tercatat sekitar 264 unit usaha yang mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai produksi berkisar 8,5 milyar rupiah. Produksinya diekspor ke berbagai negara di antaranya : Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada, Saudia Arabia, Amerika Serikat dan Amerika Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan berbagai negara mancanegara lainnya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar