Kriya
Keramik Dinoyo/Malang
Industri keramik dari daerah
Dinoyo ini sudah sangat terkenal baik di dalam maupun di luar negeri. Karena
popularitas keramik Dinoyo sekarang ini daerah pengrajin keramik Dinoyo ini
telah dinamakan kampung wisata keramik. Mayoritas masyarakat yang tinggal di
daerah Dinoyo adalah pengrajin keramik. Selain itu tujuan diberi nama
kampung wisata keramik tersebut adalah untuk mengundang wisatawan dari
luar kota maupun manca negara untuk memperkenalkan pusat pembuatan
keramik asli Malang.
Ciri
dari keramik Dinoyo ini terletak pada desain yang sangat unik, berbagai bentuk motif keramik,
dan keramik yang digunakan adalah keramik dengan jenis semi porselen. Selain
itu yang lebih penting keahlian pembuatan keramik dari para perajin keramik ini
diturunkan turun temurun. Bahan – bahan yang digunakan dalam proses pembuatan keramik Dinoyo sangat mudah ditemukan. Bahan – bahan tersebut antara lain adalah Kaolin atau
Tanah Liat Putih, Felspard (Batuan), Kwarsa (Pasir), dan Ball clay (Tanah
liat).
Kriya Keranik Plered/Bandung
Usaha Keramik Plered sudah dimulai
sejak kolonial Belanda, mulai tahun 1795 yang pada saat itu di sekitar Citalang
ada lio-lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata). Sejak itulah rumah-rumah
rakyat yang semula beratap ijuk, sirap, daun kelapa atau alang-alang di sekitar
Plered dan di Kabupaten Karawang mulai diganti dengan atap genteng bahkan di
sekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun
1935, produk gerabah yang diglasir di Plered menjadi industri rumah tangga.
Pada tahun tersebut, terdapat perusahaan Belanda yang membuka pabrik glasir
bernama Hendrik De Boa di Warung Kondang, Plered.
Pada jaman kolonial Jepang, kerajinan
keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya harus bekerja sebagai romusha,
utamanya di sekitar kaki Gunung Cupu dan Ciganea. Sedangkan pabrik De Boa
dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo. Kendati demikian perusahaan
tersebut tetap berjalan. Pada masa kemerdekaan, produksi gerabah dan keramik di
Plered nyaris terhenti sama sekali karena keterlibatan penduduk dalam gerakan
perjuangan. Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 29 Desember 1949, keadaan di
Plered berangsur baik, sehingga produksi gerabah dan keramik mulai bangkit
kembali ditandai dengan Bung Hatta membuka resmi Induk Keramik yang gedungnya
dekat Gonggo pada 1950. Pada masa itu mesin-mesin didatangkan dari Jerman
lantas mencapai masa kejayaannya karena produktivitasnya relatif tinggi. Di
samping itu Induk Keramik berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga
berkembang pesat.
Saat ini seiring dengan perkembangan
jaman dan pergeseran paradigma, tengah terjadi pembenahan dalam penerapan
rekayasa desain, teknologi dan manajemen yang dilakukan secara koordinatif
antara Kelompok Kerja Klaster Industri Kerajinan Keramik Plered yang berada di
bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen
Perindustrian bekerja sama dengan UPTD Litbang Keramik Plered sebagai instansi
di bawah Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten
Purwakarta didukung secara akademis oleh Tim HI-LINK yang merupakan satgas
kemitraan perguruan tinggi bagi masyarakat pengrajin dari FSRD-Institut
Teknologi Bandung.
Kondisi terkini adalah tercatat
sekitar 264 unit usaha yang mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai
produksi berkisar 8,5 milyar rupiah. Produksinya diekspor ke berbagai negara di
antaranya : Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada,
Saudia Arabia, Amerika Serikat dan Amerika Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan
berbagai negara mancanegara lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar